Ngang… Ngong… Ngaangg Ngongg…

Dipublikasikan pada 29 Maret 2023

Postingan ini mengandung sekitar 90% keluhan. Bagi Anda yang tidak tahan terhadap keluhan orang lain, karena kehidupan sendiri sudah terlalu berat, silakan berhenti membaca di sini.

Man of Steel

Saat hendak menulis postingan ini, saya teringat salah satu scene film Man of Steel (2013). Pada film tersebut terdapat sebuah adegan di mana Klark Kent sedang mengenang masa kecilnya saat berada di dalam ruang kelas mengikuti kegiatan belajar, namun tiba-tiba dirinya mendengar suara-suara yang biasanya terdengar normal, atau tidak begitu dihiraukan, menjadi terasa sangat mengganggu.

Cuplikannya dapat dilihat pada video berikut.

Cuplikan film Man of Steel (2013)

Hal tersebutlah yang kurang lebih hampir tiga bulan terakhir ini saya alami.

Apa jangan-jangan sebetulnya saya ini berasal dari Planet Krypton, lalu diadopsi oleh abah dan ummi setelah turun ke Bumi?

Kali Pertama

Kejadian —yang masih berlangsung sampai sekarang— ini diawali ketika malam hari sesaat sebelum tidur. Saya merasa ada suara mendengung yang terdengar di telinga dan menggetarkan kepala saya. Kala itu saya hiraukan saja, dan memutuskan untuk langsung memejamkan mata.

“Ah, paling bentar nanti ilang sendiri suara bisingnya.” Pikir saya malam itu.

Saat terbangun tengah malam, suara tersebut ternyata tidak kunjung hilang, malah semakin jelas terdengar. Karena merasa terganggu, saya keluar dan mencari sumber suara tersebut dengan mengendarai sepeda motor.

Setelah dicari, ternyata sumbernya berasal dari sebuah pabrik yang lokasinya sekitar 250 meter dari belakang tempat tinggal saya.

Saya yakin betul pabrik itu sudah berdiri sejak lama, polusi udaranya pun sudah banyak dikeluhkan oleh warga. Tapi entah kenapa suara bisingnya baru terdengar sekarang. Mau heran, tapi beneran kejadian.

Foto rumah orang sengaja disensor sebelum saya kena somasi. hihi
Dokumentasi pribadi.

Seperti “Neraka”

Suara dengungan tersebut hampir terdengar di seluruh ruangan yang ada, terkecuali kamar mandi. Bahkan, selama 1 bulan kemarin kami terpaksa menggeser kasur menuju ruang keluarga, karena tidur atau sekadar rebahan di kamar utama sudah tidak memungkinkan lagi rasanya. Dan ruang keluarga adalah ruang yang dengungannya terdengar sedikit agak mendingan. Tidur pun terkadang pakai earplug foam.

Sempat beberapa pekan seperti ada rasa “trauma” ketika pulang kerja, dan hendak masuk ke dalam rumah. Karena begitu pintu terbuka, di ruang tamu langsung disambut dengan suara dengungan tadi.

Parahnya lagi, pabrik tersebut beroperasi 24 jam, dan hanya tutup di hari Ahad, yang artinya saya wajib mendengarkan suara tersebut selama di rumah hampir setiap hari. Subhanallah.

Lapor

Sepekan setelah awal kejadian, saya melapor ke Kepala Dusun setempat. Karena saat itu saya berpikir barangkali ada peredam di pabrik tersebut yang perlu diperbaiki atau diganti. Beliau pun berbaik hati dan berniat untuk menyampaikannya ke pihak manajemen pabrik.

Ketika saya bertanya mengenai apakah sudah ada warga lain yang melapor hal ini. Kata beliau belum ada. Malah yang “ramai” adalah aduan tentang polusi udaranya, seperti yang telah disinggung di atas. Itu pun di RT lain.

Satu-satunya

Hal yang menjengkelkan sekaligus yang patut disyukuri adalah hanya saya satu-satunya orang di rumah yang bisa mendengar dan terganggu akan suara tersebut. Pun tetangga-tetangga lain di perumahan tidak ada yang mendengar apalagi mengeluhkannya. Padahal di perumahan tersebut terdapat tidak kurang dari 15 rumah yang berjejer rapi.

Istri saya terkadang sesekali mendengarnya, tapi yang terdengar olehnya berbeda dengan apa yang saya dengar. Bukan suara dengungan, melainkan suara (yang sepertinya) dari cerobong asap. Itu pun tidak membuatnya merasa terganggu.

Ketika turun hujan deras, ada suara tonggeret, atau suara jangkrik di kebun belakang rumah, istri saya akan mendengar suara hujan/tonggeret/jangkrik itu, tanpa mendengar suara lain. Sementara di telinga saya, suara yang terdengar paling dominan tetaplah suara dengungan tadi. Mantap!

Browsing

Setelah saya cari-cari tahu dari artikel dan jurnal yang ada di internet, serta ngobrol dengan ChatGPT, diketahui bahwa apa yang saya alami ini disebut dengan hiperakusis.

Singkatnya, hiperakusis adalah gangguan pendengaran berupa penurunan toleransi telinga terhadap suara yang sebelumnya terdengar biasa menjadi terasa keras dan mengganggu.

Biar saya gambarkan, yang dimaksud “mengganggu” seperti yang saya alami adalah sebagai berikut:

  1. Tidak nyaman di telinga;
  2. Terkadang sampai membuat sakit kepala;
  3. Tidak bisa rileks;
  4. Dada terasa sesak, seperti ada perasaan ingin marah;
  5. Cukup sulit berkonsentrasi;
  6. Suara tadi sering kali seolah terbawa sampai mimpi;
  7. Sesekali gangguan tersebut di atas, dibumbui dengan rasa takut, cemas, dan gelisah. Paket komplit.

Setelah membaca apa yang saya temukan di internet, kemudian saya kilas balik, kembali mengingat bahwa kejadian serupa sebetulnya pernah beberapa kali terjadi di kehidupan saya. Di antara suara yang menurut saya cukup mengganggu, tapi menurut orang lain biasa saja adalah:

  1. Saat tinggal di asrama dulu, saya tidak tahan dengan cara penghuni asrama di kamar dan gedung lain menutup pintu;
  2. Suara mobil yang sedang parkir di halaman depan kantor, tapi mesinnya tidak dimatikan;
  3. Suara unit outdoor AC;
  4. Kipas PC/laptop yang terlampau kenceng kek helikopter;
  5. Suara sound system dangdutan. Saya bahkan pernah dipegang kerahnya, diseret, dan nyaris dipukul oleh salah seorang warga kampung karena telah menyampaikan dengan baik perihal sound systemnya yang masih bersuara, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 2 dini hari. Tapi sekarang orang tersebut baik dan ramah. Tiap kali berpapasan dan saya sapa, pasti tersenyum. Khusnudzon saya, mungkin waktu itu beliau sedang kobam 🍺;
  6. Ada lagi tapi males nulisnya.

Hal tersebutlah yang sejak dulu membuat saya ogah memasang jam dinding di asrama dan rumah, serta tidak mengganti baterai jam dinding yang ada di kantor.

Adem di dalem, berisik dan gerah di luar.
Dijepret oleh Bing Hui Yau dipublikasikan di Unsplash

THT-KL

Setelah disarankan oleh istri dan ummi untuk konsultasi ke THT. Akhirnya, saya memutuskan untuk berkunjung ke salah satu dokter THT-KL (padahal yang lebih tepat seharusnya ke audiologis) yang ada di rumah sakit. Dokter yang sama dengan yang saya kunjungi saat saya memiliki masalah nasal vestibulitis dua tahun silam.

Setelah menjelaskan panjang lebar mengenai kondisi yang saya alami, dokter kemudian memberikan sebuah solusi yang sangat konkret:

“PINDAH TEMPAT TINGGAL”

Jederrr….
Foto petir diambil oleh Rifki Kurniawan dipublikasikan di Unsplash

Yes, tidak salah baca. Menurut beliau satu-satunya jalan keluar untuk menangkis gangguan tersebut adalah dengan menghindari sumber gangguannya. Sudah kejadian banyak warga protes di sebuah kota akibat polusi suara sebuah PT pun tidak ditanggapi, terangnya.

Dari yang disampaikan, rupanya beliau memahami karena beliau pun mengidap gangguan pendengaran tersebut, namun dalam “porsi” dan jenis yang berbeda. Tapi saya tidak akan bahas di sini tentang detailnya.

Beliau lalu menjelaskan proses bagaimana suara merambat, kemudian diterima oleh sel-sel rambut, hingga dikirim ke otak, yang saya sudah lupa detailnya. Nah, pada kondisi yang saya alami, hormon yang digenerate oleh tubuh pada saat menerima trigger yang saya keluhkan tadi adalah hormon stres.

Di akhir pertemuan, dokter berpesan agar saya jangan begadang, banyak minum air putih, mengonsumsi vitamin E dan antioksidan, serta meresepkan sebuah obat yang kalau saya lihat di internet di antara fungsinya adalah untuk mengatasi gangguan fungsi serebral yang ditandai dengan gejala pusing, tinitus, sakit kepala, defisit memori, ketidakstabilan suasana hati disertai dengan kecemasan.

Beliau juga memberi saran agar jangan terlalu sering menggunakan earplug, karena penggunaan earplug tersebut justru akan semakin meningkatkan sensitivitas telinga, dan membuat telinga sulit untuk beradaptasi terhadap suara-suara sekitar.

Penutup

Karena sebagian besar tulisan ini berisi tentang keluhan, maka sebagai penutup saya tulis hal-hal yang masih saya syukuri:

  1. Alhamdulillah, hanya saya yang merasakan. Tidak termasuk anggota keluarga yang lain;
  2. Rumah yang kami tinggali saat ini bukan rumah milik sendiri, melainkan ngontrak. hehe;
  3. Jadi sering keluar jalan-jalan bareng keluarga, karena kalau di rumah terus mumet ndase.

Sekian, dan terima kasih sudah menyempatkan diri untuk membaca. Salam 🙂

Kategori: Catatan
Tag: Hiperakusis, Lingkungan

About The Author

Miftah Afina

Hello! 👋

I'm Afin, a Google Apps Script freelancer that ready to automate your workflows.

2 komentar

Asdans

Ternyata memang ada ya penyakit spt itu? Sy pikir sakit telinga cuma mendengung, tinnitus, sakit krna infrksi sj.

Sy mengalami spt itu kala sedang sakit covid delta yg smp gk bisa tidur. Detak jarum jam dinding terdengar keras bgt pd mlm hari.

Alhamdulillah skrng cm sesekali aja keluhan itu muncul.. klo lg byk utang, byk yg dipikirin dan gk bs tidur keluhan itu kdng muncul lg :=)

Sering nya mah tidur blek sek.. gk kaop lht bantal, suara apapun gk lg terdengar.. :)

Mdh2an segera punya rumah idaman sendiri Kang, yg nyaman dan bikin betah klrga.

7 Mei 2023 pukul 6 lebih 48 menit

Miftah Afina

Aamiin... Makasih banyak doanya, pak.

14 Mei 2023 pukul 14 lebih 47 menit