Getasan oh Getasan

Dipublikasikan pada 29 September 2013

Jalan Menuju Getasan“Getasan”, saat baru pertama kali mendengar dan diajak, saya kira lokasinya tak jauh dari lokasi saya menerima ajakan tersebut. Tak heran jika saya langsung menyetujuinya karena akan diadakan sebuah acara di tempat itu. “Paling nanti makan-makan disana.” celetuk salah seorang teman. Pada undangan sederhana yang diterima tertulis “Tasyakuran”, yah.. mungkin artinya tak lain adalah makan-makan bersama.

Pukul 1 siang kurang 10 menit kami berangkat menuju TKP. 10 menit, 20 menit hingga lebih dari setengah jam terlewati di jalan raya yang berkelak-kelok dan naik turun (layaknya jalan di Pegunungan). Ternyata Getasan yang tadi saya dengar, letaknya adalah kurang lebih 1 jam dari kantor. “Pantas saja tadi teman saya khawatir kalau-kalau bensinnya tak cukup menemani perjalanan.”, pikirku dalam hati.

Satu jam kurang sedikit pun berlalu, sampailah kami di salah satu dusun terpencil (dekat dengan Magelang, katanya). Dengan disambut oleh beberapa warga berpakaian batik. Saya pun sedikit kaget, emang dasar kondisi perut yang otomatis sinkron ke otak, “Dikira acaranya acara kecil, cuman datang langsung makan-makan doang.”. Setelah saya perhatikan dan saya amati, acara tersebut lebih tepat seperti acara perpisahan yang diperhalus, perpisahan oleh salah satu teman kami, yang beberapa bulan yang lalu pernah satu kantor bareng saya. Dia akan berpulang kembali ke negeri asalnya, Malaysia.

Nggak terlalu sedih sih, mengingat nggak terlalu akrab juga dengan orangnya. Beda dengan ketika perpisahan khidmah tahun lalu, yang masih menyisakan rasa sedih hingga saat ini. Tapi yang menjadi permasalahan saat itu adalah “lapar”.

BEBERAPA JAM KEMUDIAN

Acara telah berlalu dan lapar telah terobati, kini saatnya pulang. Nah, permasalahan lain kembali muncul, jalanan kopeng di sore hari yang begitu dingin, ditambah kencangnya laju sepeda motor yang dikendarai membuat —seperti yang teman saya katakan lewat twitter— jari-jari ini kaku, beneran! Ditambah dengan tekanan udara yang menusuk ke gendang telinga (karena saat itu nggak pake helm, dikira tempatnya dekat) yang sangat mengganggu pendengaran. Beuh… Gangguannya masih tersisa sampaipun tiba di kantor, sebelum akhirnya saya secara tidak sengaja menemukan cara untuk dapat mengatasinya. Menguap.

Kategori: Catatan
Tag: Acara, Lapar, Touring

About The Author

Miftah Afina

Hello! 👋

I'm Afin, a Google Apps Script freelancer that ready to automate your workflows.

0 komentar