Di Atas Roda, Ku Berjalan (Bahagian 1)
Hingga saat menulis postingan ini saya belum bisa menerima akan kenyataan yang terjadi, sebuah peristiwa yang sedikit banyak membuat rasa sedih. Dan ditulisnya kisah nyata ini bukan tanpa alasan, melainkan hanya agar oleh pembaca blog sekalian dapat dijadikan pelajaran.
Berawal tadi pagi, merupakan hari bersih-bersih di gudang kantor. Pasalnya tumpukan kardus yang telah menggunung turut mengundang kawanan tikus untuk datang berkumpul dan membangun kerajaan mereka.
Satu demi-satu kardus dievakuasi dari ruangan yang serupa dengan goa tersebut. Sampai pada akhirnya ditemukan sepasang benda yang beroda, akan tetapi bentuknya mirip sepatu. Orang bilang itu namanya “sepatu roda”.
Bukan main senangnya, mengingat beberapa bulan kemarin sempat juga saya menyimpan keinginan untuk membeli barang serupa. Namun apa daya, dompet berkata lain. Sempat kaget juga, dan tidak habis fikir, koq ada sepatu roda di tempat seperti ini.
Sore hari seusai pulang kantor, dipakailah sepatu roda penuh sarang laba-laba dan debu itu di kaki ini. Dengan bangganya memakainya dengan berdiri dan berhasil memasangnya, sebelum akhirnya terjatuh pada giliran kaki berikutnya.
Sebentar saya cari lewat —menyebutkan salah satu mesin pencari—, baru akhirnya saya tahu kalau tata cara memakai sepatu roda haruslah dengan duduk.
Dan sore itu merupakan sore terindah dalam hidup, dapat belajar berjalan diatas roda.
Meski waktu telah menunjukkan pukul 5 sore lebih, tak lelah-lelahnya kaki ini berayun-ayun diatas karpet hijau di dalam kantor, lengkap dengan dengan sepatu roda busuknya.
Singkat cerita saya ingin membawa sepatu tersebut ke kamar, namun sebelumnya izin terlebih dahulu dengan atasan. Pilihan saya jatuh kepada ‘izin via sms’, 10-20 menit masih menunggu, sambil memasukkan sepatu roda tersebut kedalam kantong plastik, berniat untuk segera membawa pulang dan mencucinya.
Namun, balasan yang ditunggu bukanlah seperti yang diinginkan. Atau mungkin lebih tepatnya belum seperti yang saya inginkan. Dan akhirnya dengan sedikit berat hati saya pun meninggalkan kantor bersama dengan perasaan sedih. Sambil menunggu untuk besok ditanyakan kepada orang lain, perihal si empunya sepatu roda tersebut.
0 komentar